Senin, 14 Juli 2008

Organisasi Learning

BAB 1. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dalam era hiperkompetisi yang semakin turbulen dan menantang, organisasi dituntut untuk memiliki core competence. Karena dalam pemahaman yang mendasar organisasi merupakan kumpulan orang, maka core competence sebuah organisasi melekat pada orang-orang yang ada di dalamnya. Oleh karena itu, keunggulan sebuah organisasi dalam menghadapi ketatnya persaingan bisnis, sangat tergantung pada individu yang berada di dalamnya, yang memiliki kecepatan, kemampuan daya tanggap, kelincahan, kemampuan pembelajaran dan kompetensi karyawannya yaitu pengetahuan, ketrampilan, dan kemampuan yang berhubungan dengan pekerjaan (Ulrich, 1998). Core competence organisasi dapat terwujud bila manusia yang ada di dalamnya memiliki kompetensi individu. Banyak perusahaan yang kian sadar bahwa kompetensi karyawan yang unggul merupakan salah satu senjata andalan untuk merebut kemenangan. Dalam hal ini, tantangan sebuah organisasi adalah bagaimana meningkatkan kompetensi individu-individu di dalamnya. Oleh karena itu pengembangan sumber daya manusia (SDM) yang terencana merupakan suatu keharusan.
Sumber daya perusahaan terdiri atas aset tangible maupun aset intangible seperti kemampuan, proses organisasi, atribut-atribut perusahaan, informasi, dan pengetahuan. Setiap langkah perusahaan untuk mengembangkan diri dapat dengan mudah ditiru oleh perusahaan lain, sehingga tidak mungkin terus-menerus dipertahankan sebagai competitive advantage. SDM merupakan sumber keunggulan kompetitif yang potensial, karena kompetensi yang dimilikinya berupa intelektualitas, sifat, keterampilan, karakter personal, serta proses intelektual dan kognitif, tidak dapat ditiru oleh perusahaan lain. Kemampuan ini harus terus diasah oleh perusahaan dari waktu ke waktu dan perusahaan terus mengembangkan keahliannya sebagai pilar perusahaan agar selalu memiliki keunggulan kompetitif. Strategi pengembangan sumber daya manusia sangat terkait dengan strategi pengembangan perusahaan secara keseluruhan. Oleh karena itu, usaha untuk mengembangkan keahlian SDM dapat dilakukan melalui serangkaian program pengembangan SDM, di mana strategi pengembangannya harus diintegrasikan dengan strategi perusahaan.

BAB II. PERMASALAH
Permasalahan
Dengan melihat kondisi sebagian besar perusahaan yang ada sekarang dalam usaha peningkatan SDM pada para karyawannya , penulis mencoba mengangkat beberapa permasalahannya, diantaranya :
Belum ada suatu system yang lebih objectif dalam usaha peningkatan SDM di internal perusahaan.
Back ground dari para karyawan yang berbeda-beda sehingga sulit untuk menyatukan fisi dalam rangka peningkatan SDM.
Pengetahuan keorganisasian dari para karyawan, khususnya karyawan bukan senior masih minim sehingga diperlukan suatu usaha dalam peningkatan pemahaman berorganisasi.

BAB III. PEMBAHASAN
Pembahasan
Dari permasalahan di atas penulis mencoba untuk membahas usaha pengembangan Sumber Daya Manusia ( Human Resource Development ) dengan cara meningkatkan pemahaman para karyawan pentingnya pengetahuan tentang berorganisasi ( Learning Organization )
Pengembangan (development) meliputi pemberian kesempatan belajar yang bertujuan untuk mengembangkan individu, tetapi tidak dibatasi pada pekerjaan tertentu pada saat ini atau di masa yang akan datang. Pengembangan biasanya berhubungan dengan peningkatan kemampuan intelektual atau emosional yang diperlukan untuk menunaikan pekerjaan yang lebih baik. Pengembangan lebih berfokus pada kebutuhan jangka panjang, membantu para karyawan untuk mempersiapkan diri menghadapi perubahan pada pekerjaan mereka, yang diakibatkan oleh teknologi baru, desain pekerjaan, pelanggan baru, atau pasar produk baru. Pengembangan berpijak pada fakta, bahwa seorang karyawan akan membutuhkan pengetahuan, keahlian, dan kemampuan yang berkembang supaya bekerja dengan baik dalam suksesi posisi yang dijalani selama karirnya (Hnery Simamora, 2004: 273). Sasaran langsung dari program pelatihan dan pengembangan dalam organisasi adalah untuk meningkatkan kesadaran diri individu, meningkatkan keterampilan dalam satu bidang tertentu atau lebih, dan meningkatkan motivasi individu untuk melaksanakan tugas atau pekerjaannya secara memuaskan.
Untuk mengantisipasi perubahan-perubahan yang sedang, dan akan terus terjadi, pendesainan proses pengembangan SDM yang efektif, Manzini (1996) memperkenalkan sistem integrasi perencanaan strategik, perencanaan operasional, dan perencanaan dan pengembangan SDM, yang bersifat proaktif dan berorientasi masa depan, sehingga memungkinkan fungsi SDM berperan sebagai bagian yang efektif dalam perencanaan organisasi dan dapat mengakselerasi perencanaan strategik maupun operasional perusahaan.Pengetahuan telah menjadi sesuatu yang sangat menentukan, oleh karena itu perolehan dan pemanfaatannya perlu dikelola dengan baik dalam konteks peningkatan kinerja organisasi. Langkah ini dipandang sebagai sesuatu yang sangat strategis dalam menghadapi persaingan yang mengglobal, sehingga pengabaiannya akan merupakan suatu bencana bagi dunia bisnis. Oleh karena itu diperlukan cara yang dapat mengintegrasikan pengetahuan itu dalam kerangka pengembangan SDM dalam organisasi.
Sejalan dengan konsep perubahan organisasi dan paradigma organisasi, konsep pengembangan sumber daya manusia juga mengalami perubahan. Dampak teknologi informasi terhadap individu dan organisasi mengakibatkan pergeseran jenis pekerjaan dari pekerjaan yang lebih mengandalkan tenaga kerja (fisik) ke pekerjaan yang menuntut pengetahuan (knowledge based works). Karyawan, baik manajerial maupun non-manajerial, yang terampil dalam tugasnya dan mau mempelajari hal-hal baru yang dapat meningkatkan produktivitasnya, kualitas kerjanya, dan berbagi pengetahuan dan pengalamannya pada rekan-rekan kerjanya disebut sebagai knowledge worker. Semakin banyak karyawan dan manajer yang menjadi knowledge worker, maka semakin kuat daya saing perusahaan. Kompetensi perusahaan benar-benar mengandalkan pada kekuatan pengetahuan yang dimiliki para personelnya. Oleh karena konsep pengembangan SDM tidak lagi menekankan hanya pada sistem rekruitment, pendidikan/pelatihan, melainkan konsep pengembangan SDM berlangsung terus-menerus sepanjang individu bekerja di perusahaan tersebut. Hal ini dimungkinkan bila organisasi bertransformasi menjadi learning organization.
Pada sistem ekonomi klasik sistem produktivitas dihasilkan melalui proses manajemen dan teknologi dari kombinasi sumber daya alam, uang, dan sumber daya manusia, sedangkan pada era ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge based economy), produktivitas tumbuh dari kemampuan mendidik tenaga kerja dalam memperoleh kecakapan baru berdasarkan pengetahuan baru. Manajemen pengetahuan (knowledge management), modal intelektual (intellectual capital) dan pembelajaran organisasi (organizational learning) menjadi konsep baru yang penting dalam konsep pengembangan SDM. Esensi dan orientasi pengembangan sumber daya manusia dalam era “new economy” seperti sekarang ini adalah kreativitas dan inovasi dari individu anggota organisasi. Kreativitas dan inovasi ini harus dilatih secara terus- menerus dengan proses belajar yang berkesinambungan. Kreativitas merupakan langkah pertama dan inovasi merupakan langkah kedua untuk melahirkan sesuatu yang baru, unik, dan berguna. Kebaruan dan utilitis yang dihasilkan dari proses kreatif dan inovatif bersumber dari kreativitas individu, kelompok (team), dan organisasi.
Konsep belajar dan menjadi pembelajar, kini telah menjadi core pengembangan sumber daya manusia atau organisasi. Untuk menghadapi perubahan dan beradaptasi diperlukan strategi mengelola perubahan dan hal ini bisa dilakukan dengan membangun learning organozations (LO). Organisasi yang mampu belajar adalah organisasi yang mengutamakan pembelajaran. Pembelajaran adalah suatu proses sekaligus suatu nilai. Idealnya, setiap karyawan harus memiliki komitmen untuk terus memperbaiki diri melalui belajar. Dengan mempelajari hakikat pembelajaran, organisasi secara keseluruhan dituntut untuk selalu memperbaiki semua aspek dirinya baik produk maupun jasa. Ketika karyawan dan organisasi berkembang, karyawan akan merasakan suatu hubungan yang diperbaharui terhadap pekerjaan mereka, pelanggan akan terlayani dengan lebih baik dan organisasi pun akan memiliki masa depan yang lebih baik pula.
A. Pengertian Learning Organization
Beberapa organisasi modern telah membuat suatu kemajuan penting di dalam peningkatan performanya melalui organisasi pembelajaran (learning organisation). Secara umum, konsep ini dapat diartikan sebagai kemampuan suatu organisasi untuk terus menerus melakukan proses pembelajaran (self learning) sehingga organisasi tersebut memiliki ‘kecepatan berpikir dan bertindak’ dalam merespon beragam perubahan yang muncul. Ada berbagai definisi dari learning organization, di antaranya adalah Pedler, Boydell dan Burgoyne dalam Dale (2003) mendefinisikan organisasi pembelajaran sebagai: “Sebuah organisasi yang memfasilitasi pembelajaran dari seluruh anggotanya dan secara terus menerus mentransformasikan diri. Sedangkan Lundberg (Dale, 2003) menyatakan bahwa pembelajaran adalah suatu kegiatan bertujuan yang diarahkan pada pemerolehan dan pengembangan keterampilan dan pengetahuan serta aplikasinya.
Menurut Pedler et al. (Dale, 2003) suatu organisasi pembelajaran adalah organisasi yang:
a. Mempunyai suasana di mana anggota-anggotanya secara individu terdorong untuk belajar dan mengembangkan potensi penuh mereka;
b. Memperluas budaya belajar ini sampai pada pelanggan, pemasok, dan stakeholder lain yang signifikan;
c. Menjadikan strategi pengembangan sumber daya manusia sebagai pusat kebijakan bisnis;
d. Berada dalam proses transformasi organisasi secara terus menerus;
B. Team Learning
Team learning yaitu kemampuan dan motivasi untuk belajar secara adaptif, generatif, dan berkesinambungan. Kini makin banyak organisasi berbasis tim, karena rancangan organisasi dibuat dalam lintas fungsi yang biasanya berbasis team. Kemampuan organisasi untuk mensinergikan kegiatan tim ini ditentukan oleh adanya visi bersama dan kemampuan berfikir sistemik seperti yang telah diuraikan di atas. Namun demikian tanpa adanya kebiasaan berbagi wawasan sukses dan gagal yang terjadi dalam suatu tim, maka pembelajaran organisasi akan sangat lambat, dan bahkan berhenti. Pembelajaran dalam organisasi akan semakin cepat kalau orang mau berbagi wawasan dan belajar bersama-sama. Oleh karena itu, semangat belajar dalam tim, cerita sukses atau gagal suatu tim harus disampaikan pada tim yang lainnya. Berbagi wawasan pengetahuan dalam tim menjadi sangat penting untuk peningkatan kapasitas organisasi dalam menambah modal intelektualnya
Organisasi pada dasarnya terdiri atas unit yang harus bekerja sama untuk menghasilkan kinerja yang optimal. Unit-unit itu antara lain ada yang disebut divisi, direktorat, bagian, atau cabang. Kesuksesan suatu organisasi sangat ditentukan oleh kemampuan organisasi untuk melakukan pekerjaan secara sinergis. Kemampuan untuk membangun hubungan yang sinergis ini hanya akan dimiliki kalau semua anggota unit saling memahami pekerjaan unit lain dan memahami juga dampak dari kinerja unit tempat dia bekerja pada unit lainnya. Seringkali dalam organisasi orang hanya memahami apa yang dikerjakan dan tidak memahami dampak dari pekerjaannya dia pada unit lainnya. Selain itu seringkali timbul fanatisme seakan-akan hanya unitnya sendiri yang penting perannya dalam organisasi dan unit lainnya tidak berperan sama sekali. Fenomena ini disebut dengan ego-sektoral. Kerugian akan sangat sering terjadi akibat ketidakmampuan untuk bersinergi satu dengan lainnya, pemborosan biaya, tenaga dan waktu. Terlepas dari adanya perasaan bahwa unit diri sendiri adalah unit yang paling penting, tidak adanya pemikiran sistemik ini akan membuat anggota perusahaan tidak memahami konteks keseluruhan dari organisasi. Kini semakin banyak organisasi yang mengandalkan pada struktur tanpa batas (boundaryless organization), yaitu suatu paradigma yang menyatakan bahwa dalam organisasi sangat sedikit batas-batas antar orang, tugas, proses, tempat yang semua itu ditujukan untuk lebih focus pada eksplorasi ide, keputusan, informasi, dan bakat seseorang (Ashkenas et al. dalam Meika Kurnia, 2002). Atau jika suatu organisasi masih menggunakan struktur organisasi berbasis fungsi, kini fungsi-fungsi yang terkait dengan proses yang sama dibuat saling melintas batas fungsi; organisasi yang demikian disebut organisasi lintas fungsi atau cross-functional organization.
Organisasi-organisasi yang demikian ini akan membuat proses pembelajaran lebih cepat karena masing-masing orang dari fungsi yang berbeda akan berbagi pengetahuan dan pengalamannya dan akan mempercepat proses pembelajaran individu (individual learning) di dalam organisasi terkait.
Neffe (2001) menyimpulkan beberapa elemen yang harus ada dalam learning organization, yaitu:
a. The learning process. Elemen ini merupakan bagian integral dari hamper semua definisi.
b. Knowledge acquisition or generation. Elemen ini menunjuk bahwa proses pembelajaran sebagai incorporating pengetahuan dari luar organisasi dan creating pengetahuan dari dalam, paling banyak melalui trial and error. Elemen ini dinyatakan oleh Huber, Dixon, dengan menyebut knowledge acquisition dan Nonaka & Takeuchi dengan menyebut knowledge generation
c. Individual Learning. Elemen ini dimasukkan sebagai prerequisite pembelajaran organisasi seperti yang dinyatakan oleh Argyris & Schon dan Pawlowsky.
d. Teams Learning. Elemen ini dimasukkan berdasarkan pertimbangan bahwa beberapa penulis, Senge, Dixon, Pawlowsky, menyebutkan bahwa team learning sebagai faktor penting terjadinya pembelajaran organisasi.
e. Organizational knowledge. Elemen ini dinyatakan oleh mayoritas penulis dan menjadi sufficient condition untuk terjadinya organizational actions.
C. Karakteristik Learning Organization
Megginson dan Pedler (Dale, 2003) memberikan sebuah panduan mengenai konsep organisasi pembelajaran, yaitu “Suatu ide atau metaphor yang dapat bertindak sebagai bintang penunjuk. Ia bisa membantu orang berpikir dan bertindak bersama menurut apa maksud gagasan semacam ini bagi mereka sekarang dan di masa yang akan datang. Seperti halnya semua visi, ia bisa membantu menciptakan kondisi di mana sebagian ciri-ciri organisasi pembelajarna dapat dihasilkan”. Kondisi-kondisi tersebut adalah:
Strategi pembelajaran;
Pembuatan kebijakan partisipatif;
Pemberian informasi (yaitu teknologi informasi digunakan untuk menginformasikan dan memberdayakan orang untuk mengajukan pertanyaan dan mengambil keputusan berdasarkan data-data yang tersedia);
Akunting formatif (yaitu sistem pengendalian disusun untuk membantu belajar dari keputusan);
Pertukaran internal;
Kelenturan penghargaan;
Struktur-struktur yang memberikan kemampuan;
Pekerja lini depan sebagai penyaring lingkungan;
Pembelajaran antar perusahaan;
Suasana belajar;
Pengembangan diri bagi semua orang
Meskipun suatu organisasi melakukan semua hal di atas, tidak otomatis suatu organisasi menjadi learning organization. Perlu dipastikan bahwa tindakan-tindakan tidak dilakukan hanya berdasarkan kebutuhan. Tindakan-tindakan tersebut harus ditanamkan, sehingga menjadi cara kerja sehari-hari yang rutin dan normal. Strategi pembelajaran bukan sekedar strategi pengembangan sumber daya manusia. Dalam learning organization, pembelajaran menjadi inti dari semua bagian operasi, cara berperilaku, dan sistem.
Bagaimana Membangun Learning Organization yang Tangguh?
Pertanyaan yang muncul adalah apa yang mesti dilakukan untuk membangun learning organization yang tangguh? Dalam hal ini, langkah pertama yang harus dilakukan adalah dengan membangun iklim dialog dan knowledge sharing yang kuat. Elemen ini penting sebab proses pembelajaran tidak akan pernah bisa berlangsung jika tidak ada komitmen yang kokoh diantara para karyawan apapun levelnya, untuk bertukar gagasan dan pengetahuan, baik secara formal learning maupun melalui proses informal learning. Proses informal learning ini layak disebut, sebab berdasar riset, kegiatan ini memiliki peran yang amat signifikan dalam mengembangkan kemampuan belajar organisasi dan bahkan lebih efektif dibanding proses formal learning melalui kegiatan semacam in-class training.
Menurut Prijono Tjiptoherijanto (2004: 29-31) ada beberapa persyaratan yang diperlukan agar tercipta dialog yang baik yang dikenal dengan istilah VICTORI yaitu: Valid Information (jangan ada informasi yang tidak benar, semuanya harus transparan), Choise (masing-masing bebas untuk memberi penafsiran), Trust (masing-masing pihak harus saling percaya), Oppenes (semuanya harus membuka diri terhadap ide anggota lainnya), Responsibility (semaunya harus bertanggung jawab terhadap komitmen bersama), dan Involvement (semua harus terlibat dan berkontribusi sesuai kemampuannya dalam proses learning).
Kunci utama pelaku knowledge sharing adalah manusia. Keuntungan dari orang yang berbagi knowledge adalah mereka mampu merespon kesempatan secara cepat. Inovasi dapat dicaptakan bukan bersifat reinventing the wheel, agar mencapai sukses di bisnis secara cepat dan biaya murah. Menurut David J. Skryme dalam Bambang Setiarso (2006) bahwa salah satu tantangan knowledge management adalah menjadikan manusia berbagi knowledge mereka. Untuk menghadapi tantangan tersebut David J. Skryme menyarankan tiga C yaitu: Culture, Co-opetition (menyatukan kerja sama dengan persaingan), dan Commitment.
Penumbuhan iklim learning juga harus dibarengi dengan penciptaan mekanisme atau infrastruktur yang dapat mendorong agar kegiatan proses learning di antara para karyawan bisa berlangsung lebih terpadu. Di sini, peran knowledge management menjadi amat kritikal; sebab melalui mekanisme inilah proses pembelajaran dan akumulasi pengetahuan yang tersebar di antara segenap karyawan bisa dikelola secara efektif dan didesain agar selaras dengan arah strategi perusahaan. Carl Davidson dan Philip Voss (2003) mengatakan bahwa mengelola knowledge sebenarnya merupakan bagaimana organisasi mengelola staf; knowledge management adalah bagaimana orang-orang dari berbagai tempat yang berbeda mulai saling bicara, yang sekarang populer dengan label learning organization.

BAB IV. Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

Keunggulan kompetitif suatu organisasi dapat dicapai dengan berbagai macam cara, salah satunya dengan memiliki SDM yang memiliki keunggulan kompetitif pula, yaitu para karyawan yang memiliki akses dan mampu menerapkan pengetahuan dalam mengambil keputusan. SDM adalah aset atau unsur yang paling penting di antara unsur-unsur organisasi lainnya. SDM penting dikarenakan mempengaruhi efisiensi dan efektivitas organisasi dan merupakan pengeluaran pokok organisasi dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Di sisi lain, SDM penting sebab merupakan penggerak/motor terhadap sumber daya-sumber daya lain dalam organisasi. Untuk itu, perusahaan dituntut untuk melakukan pengembangan berkesinambungan terhadap kuantitas dan kualitas "stock" pengetahuan mereka melalui pelatihan kepada SDM atau merangsang SDM-nya agar "learning by doing" dalam sebuah semangat yang termaktub dalam learning organization.

Saran
Dalam usaha pengembangan sumber daya manusia perlu dilakukan penelitian dan penelaahan sejauh mana pengetahuan karyawan tentang berorganisasi pada saat ini,sehingga akan didapat bentuk pengembangan apa yang sesuai.
Perlu dilakukan pelatihan yang berkesinambungan tentang Organization, sehinggaakan dirasakan ”penyegaran” sehingga dapat diterapkan secara konsisten dan berkelanjutan.
Daftar Pustaka

Argyris, C. 1982. Reasoning, Learning, and Action: Individual and Organizational. San Francisco, California: Jossey-Bass.
Bambang Setiarso. 2006. “Teori, Pengembangan dan Model “Organizational Knowledge Management Systems (OKMS)”. Makalah yang disampaikan pada Seminar “Knowledge Management and Competitive Values: Key Success Factor in Business”, Bandung: ITB dan Unversitas Widyatama, 5 Agustus 2006. Download: 20/5/2007; 10:13 PM
Henry Simamora. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi ke 3. Yogyakarta: STIE YKPN.
Meika Kurnia. 2002. “Sistem Karir dan Pengembangan Karir di Organisasi Tanpa Batas (Career Systems & Career Development in The Boundaryless Organization)”. Manajemen Usahawan. No. 04 TH XXXI April. http:// http://www.imfeui.com/. Download: 18/6/2007; 10:44 PM.
Prijono Tjiptoherijanto. 2004. “Konsep Pengembangan SDM Menghadapi Perubahan dan Tantangan Organisasi”. Manajemen Usahawan. No. 02 TH XXXIII Februari.
Tilaar, H.A.R. 1997. Pengembangan Sumber Daya Manusia dalam Era Globalisasi, Jakarta: PT Grasindo.

Tidak ada komentar: